Selasa, 04 Januari 2011

kepemimpinan dalam organisasi

A.    Pengertian kepemimpinan
Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Banyak muncul pengertian-pengertian mengenai pemimpin dan kepemimpinan, antara lain :
·      Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok
·      Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti.
·      Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.  Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukanya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang senima ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi. [1]
·      Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam kelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala sosial
·      Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan Crutchfield memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok.
·      Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan meng-handel orang lain untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar, kepemimpinan merupakan kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah. [2]


B.     Tujuan kepemimpinan
Tujuan kepemimpinan adalah membantu orang untuk menegakkan kembali, mempertahankan dan meningkatkna motivasi mereka.

C.    Fungsi kepemimpinan
Kepemimpinan yang efektif akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial kelompok/oreganisasinya.
Pemimpin yang membuat keputusan dengan memperhatikan situasi sosial kelompok organisasinya, akan dirasakn sebagai keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian akan terbuka peluang bagi pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sejalan dengan situasi sosial yang dikembangkannya.
Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi sebagai berikut :
  1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
  2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah :
a. Fungsi Instruktif
Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaanya pada orang-orang yang dipimpinnya.
Fungsi ini berarti juga keputusan yang ditetapkan tidak akan ada artinya tanpa kemampuan mewujudkan atau menterjemahkannyamenjadi instruksi/perintah. Selanjutnya perintah tidak akan ada artinya jika tidak dilaksanakan. Oleh karena itu  sejalan dengan pengertian kepemimpinan, intinya adalah kemampuan pimpinan menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari keputusan yang telah ditetapkan.
b. Fungsi Konsultatif
Fungsi ini berlansung dan bersifat komunikasi dua arah , meliputi pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak pimpinan. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi itu dapat dilakukan secara terbatas hanya dengan orang-orang tertentu saja, yang dinilainya mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukannya dalam menetapkan keputusan.
Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa impan balik (feed Back) yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlansung efektif. Fungsi konsultatif ini mengharuskan pimpinan belajar menjadi pendengar yang baik, yang biasanya tidak mudah melaksanakannya, mengingat pemimpin lebih banyak menjalankan peranan sebagai pihak yang didengarkan. Untuk itu pemimpin harus meyakinkan dirinya bahwa dari siapa pun juga selalu mungkin diperoleh gagasan, aspirasi, saran yang konstruktif bagi pengembangan kepemimpinanya.
c. Fungsi Partisipasi
Fungsi ini tidak sekedar berlangsung dan bersifat dua arah, tetapi juga berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dengan sesama orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya.
Fungsi partisipasi hanya akan terwujud jika pemimpin mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan dalam memecahkan masalah-masalah, yang bagi pimpinan akan dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan-keputusan.sehubungan dengan itu musyawarah menjadi penting, baik yang dilakukan melalui rapat-rapat mapun saling mengunjungi pada setiap kesempatan yang ada.musyawarah sebagai kesempatan berpartisipasi, harus dilanjutkan berupa partisipasi  dalam berbagai kegiatan melaksanakan program organisasi.
d. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan limpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilah-milah tugas pokok organisasi dan mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan pada orang-orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan, pemimpin harus bersedia dapat mempercayai orang-orang lain, sesuai dengan posisi/jabatannya, apabila diberi pelimpahan wewenang. Sedang penerima delegasi harus mampu memelihara kepercayaan itu, dengan melaksanakannya secara bertanggung jawab.
Fungsi pendelegasian harus diwujudkan seorang pemimpin karena kemajuan dan perkembangan kelompoknya tidak mungkin diwujudkannya sendiri. Pemimpin seorang diri tidak akan dapat berbuat banyak dan bahkan mungkin tidak ada artinya sama sekali. Oleh karena itu sebagian wewenangnya perlu didelegasikan pada para pembantunya, agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
e. Fungsi Pengedalian
Fungsi  pengendalian     merupakan  fungsi kontrol. Fungsi ini cenderung bersifat satu arah, meskipun tidak mustahil untuk dilakukan dengan cara komunikasi secara dua arah. Fungsi pengendalian  bermaksud  bahwa kepemimpinan   yang       sukses  atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu berarti fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Dalam kegiatan tersebut pemimpin harus aktif, namun tidak mustahil untuk dilakukan dengan mengikutsertakan anggota kelompok/organisasinya[3]

Model gaya kepemimpinan
Enam sistem yang populer untuk mengklasifikasikan dan menjelaskan model gaya kepemimpinan, yaitu:
1.      Teori kisi kepemimpinan (blake dan mouton 1964)
Teori ini mulanya disebut kisi manajerial (managerial grid) tapi kini disebut kisi k kepimpinan (1991). Kisi ini berasal dari hal-hal yang mendasari perhatian manger pada tugas atau pada hal-hal yang telah direncanakan untuk diselesaikan oleh organisasidan perhatian kepada orang-orang dan unsur-unsur organisasi yang mempengaruhi mereka.
  
2.      Teori 3-D (reddin 1967)
Tiga dimensi didefinisikan sebagai berikut:
a. Orientasi-kerja. Tingkat pengarahan manjer atas usaha bawahan untuk mencapai tujuan
b. orientasi-hubungan. Tingkat hubungan pribadi antara manjer dengan bawahan, ditandai oleh adanya saling mmepercayai, menghormati gagasan dan memperhatikan perasaan bawahan.
c. keefektifan. Tingkat persyaratan produksi yang dicapai manajer yang telah ditetapkan.

3.      Teori kepimpinan situasional (hersey, 1974 dan blanchard, 1977)
Ada empat gaya kepimpinan situasional yang dikemukakan, yaitu:
a.       Gaya 1: memberitahu (telling)
b.      Gaya 2: mempromosikan (selling)
c.       Gaya 3: Berpartisipasi (participacing)
d.      Gaya 4: mewakilkan (delegating)

4.      Teori empat sistem (likert, 1947)
Likert membagi gaya manajerial tersebut sebagai berikut:
a.       Penguasa mutlak (exploitive-authoritive)
b.      Penguasa semi-mutlak (benevolent-authoritive)
c.       Penasihat (consultative)
d.      Pengajak serta (parcitipative)

5.      Teori kontinum (tannenbaum dan schmidt, 1957)
Kontinum ini dijelaskan sebagai berikut:
a.       Manajer membuat keputusan dan mengumumkannya.
b.      Manajer membuat keputusan dan menawarkannya.
c.       Manajer mengemukakan keputusannya dan memberi kesempatan untuk mempertanyakannya.
d.      Manajer mengemukakan keputusan sementara, yang masih dapat diubah.
e.       Manajer menentukan beberapa batasan dan meminta bawahan untuk membuat keputusan
f.       Manajer mengizinkan bawahan membuat keputusan.



6.      Teori kebergantungan (fielder, 1967)
Menurut teori kebergantungan, keefektifan pemimpin bergantung pada hubungan-hubungan dalam gaya kepemimpinannya, juga situasi tertentu yang dihadapinya. Jadi, pemimpin ditinjau sebagai bermotivasi-tugas (task-motivated) atau bermotivasi-hubungan (relationship-motivated)[4]

D.    Tipe tipe kepemimpinan
Tipe-tipe Kepemimpinan :
·Tipe Otokratik
Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif.
Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalambentuk :
·  kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalamorganisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka
·  pengutmaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
·  Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain:
·         menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
·         dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya
·         bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi
·         menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh bawahan.
·Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris.Salah satu ciri utama masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.
Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat.Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru.Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.
     ·Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria kepemimpinan yang kharismatik.Memang ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar.Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.
·Tipe Laissez Faire
Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasiakan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.

Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :
·  pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif
·  pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung.
·  Status quo organisasional tidak terganggu
·  Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindah yang inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.
·  Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalamorganisasi berada pada tingkat yang minimum.
·         Tipe Demokratik
·         Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.
·         Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.
·         Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.
·         Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia
·         Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.[5]
E.     Kewibawaan pemimpin
Beberapa ahli menyebutkan 5 sumber kewibawaan, yaitu:
1.      Coersive power (kewibawaan karena mampu memaksa)
2.      Reward power (kewibawaan karena mampu memberi imbalan)
3.      Legitimate power (kewibawaan karena wewnang formal)
4.      Referent power (kewibawaan karena pengaruh hubungan dalam kelompok)
5.      Expert power (kewibawaan karena keahlian)[6]

F.     Pemimpin visioner
Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003).
Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:
  • Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”
  • Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat “relate skillfully” dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).
  • Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).
  • Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan “ceruk” untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.

Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu:

  • Visualizing.  Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.
  • Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang.
  • Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana.
  • Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi rintangan itu
  • Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang dan masalah. Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t broke, BREAK IT!”.
  • Taking Risks.  Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.
  • Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.
  • Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasara dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam individu, departemen dan  golongan tertentu.
  • Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan berbagai jenis pengembanganlainnya, baik di dalam maupun di luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk bekerjasama  dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi.
  • Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan atau  tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut. [7]




[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan
[3] http://fuadadman.com/?p=593
[4] R. Wayne pace, don f. Faules, komunikasi organisasi, PT remaja rosda karya, bandung, 1993. hal
[6] Drs. Adam Ibrahim Indrawijaya, perilaku organisasi, sinar baru: bandung, 1986. Hal 138

1 komentar: